Laman

Sabtu, 26 Mei 2012

Sebentar Lagi Bahasa Batak Punah

"Dalam melestarikan bahasa Batak, diperlukan kemauan semua pihak. Artinya masyarakat Batak juga harus membiasakan diri menggunakan bahasa Batak, di manapun mereka berada, tentu dengan orang Batak sendiri. Tidak terkecuali dalam acara formal, pendidikan dan pergaulan sehari-hari."


Bahasa adalah identitas. Demikian juga bahasa daerah adalah bagian yang integral dari kebudayaan, bahasa tentu memberikan andil dalam memperkaya kebudayaan nasional, termasuk memperkaya bahasa Indonesia. 

Tetapi sekarang, banyak bahasa daerah di Indonesia yang telah banyak punah. Di Sulawesi misalnya; dari 110 bahasa daerah, 36 bahasa terancam punah dan satu sudah punah. Di Maluku, 22 bahasa terancam punah dan 11 sudah punah dari 80 bahasa daerah yang ada. Di Papua, dari 271 bahasa, 56 terancam punah. (Kompas, 23/03/07).

Malah menurut Tempo, secara keseluruhan ada 700 lainnya terancam. Temuan ini didapat berdasarkan hasil penelitian para pakar bahasa dari sejumlah perguruan tinggi. Menurut Kepala Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Dendy Sugiono, sepuluh bahasa daerah di Indonesia bagian timu, yakni di Papua sebanyak 9 bahasa dan di Maluku Uatara 1 bahasa.

“Data yang kita kumpulkan daeri akademisi perguruan tinggi menyebutkan ada 10 bahasa daerah yang telah punah. Lalu yang terancam punah ada 33 tersebar di Papua dan Maluku Utara 1 bahasa,” kata Dendy, sebagaimana dikutip (Tempo, 4/9/07).

Sementara itu, pakar bahasa dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Prof. Dr. H. Edi Subroto menyatakan, dari hasil penelitian yang dilakukan Jurusan Bahasa UNS menyebutkan, bahasa yang terancam punah bisa mencapai 700 bahasa. “Dari hasil penelitian kami, jumlah bahasa daerah yang rawan punah sangat banyak. Sedikitnya 700 bahasa daerah bisa punah dalam waktu sesaat jika tidak ada upaya untuk merawatnya,” ungkapnya.

Apa penyebabnya? Menurut Edi, salah satu penyebab lunturnya bahasa daerah, “Adalah fenomena ketertarikan generasi muda mempelajari bahasa asing ketimbang bahasa daerah. Mereka juga enggan menggunakan bahasa daerahnya untuk komunkasih keseharian.”

Apakah bahasa Batak juga akan bernasib sama, mengingat di kota-kota besar terutama di kalangan generasi muda?

Semangat berbahasa daerah pada generasi muda sekarang ini, menggunakan bahasa Batak, dalam percakapan sehari-hari makin memudar. Dan, kalau pun ada, yang menggunakan bahasa Batak itu juga tidak terlihat semangat terhadap pelestarian bahasa Batak itu sendiri. Orang Batak itu sendiri sekarang sudah banyak yang menganggap bahasa kampungan.

Apalagi muncul budaya baru yang diadopsi dalam pergaulan anak muda kota. Membuat kaum muda Batak, umumnya di kota-kota, tidak bergairah dan tidak mau tahu soal bahasa Batak. Ditambah lagi muncul film dan sinetron yang bercerita                tentang budaya luar. Apa yang terjadi banyak anak muda berbahasa kebarat-baratan dan meninggalkan bahasa ibunya.

Kalau kita menyadari bahasa Batak mengemban fungsinya sebagai alat komunikasi, juga sebagai media pengembangan kebudayaan, tentu akan lain ceritanya. Disadari atau tidak, jika hilang bahasa hilang juga budayanya.

Siapa yang salah? Patut diduga orangtua tidak memberikan dorongan, mengajar anak-anaknya berbahasa Batak. Tidak dibiasakan menggunakan Batak dalam rumah. Lalu, logat Batak yang kentara itu dianggap sebagai sebuah kekolotan. Logat Batak tidak ada sangkut – pautnya dengan kekolotan.

Orang Batak sendirilah yang harus peduli dengan bahasanya. Pemerhati Budaya dan Sastra, Suhery Sasmita mengatakan, masyrakat Batak harus mempertahankan bahasa daerahnya. Jangan sampai dirambah oleh bahasa atau budaya lain. Untuk itu diperlukan komitmen semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat Batak. Sebab bahasa Batak merupakan aset bangsa, sebagai produk budaya.

Dalam melestarikan bahasa Batak, dibutuhkan kemauan semua pihak. Artinya, masyrakat Batak juga harus membiasakan diri menggunakan bahasa Batak, di mana pun mereka berada, tentu dengan orang Batak itu sendiri. Tidak terkecuali dalam acara formal, perdagangan, pendidikan dan pergaulan sehari-hari.


Menjaga Lestari

Apa solusinya? Solusi terbaik adalah mengajari anak-anak Batak yang lahir di kota, seperti di Jakarta untuk bela`jar bahasa `Batak. Peranan orangtua dalam memperkenalkan bahasa Batak pada anaknya sejak usia dini. Orangtua perlu menanamkan rasa cinta terhadap bahasa Batak, dan membiasakan anak menggunakan bahasa Batak sejak belia.

Selain itu, dalam melestarikan bahasa Batak, hendaknya pekerja seni, penulis, wartawan, dan budayawan, selalu terbeban menampilkan karya daerah ayng menggunakan bahasa Batak untuk menjaga  supaya bahasa Batak tidak punah. Tatkala penting peran pemerintah, dalam hal ini pemerintah daerah Sumatera Utara harus memperlihatkan keinginannya untuk memberikan ruang. Apalagi pemerintah Sumatera Utara tidak pernah memberikan anggaran dalam upaya pelestarian bahasa Batak (di Sumatera Utara jumlah orang Batak dari 6 etnis ada 41 persen). Pemerintah lupa, atau barangkali sengaja mengabaikan.

Tidak itu saja, bahasa Batak mesti kembali dijadikan sebagai bahasa pengantar resmi sekolah dasar hingga sekolah menengah umum. Misalnya, kurikulum di sekolah, untuk mempertahan bahasa Batak. Ini penting digalakkan lagi. Sebab dulu, belajar bahasa Batak adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Sekarang tidak lagi.

Dan peran gereja pun penting untuk membantu mengajarkan bahasa Batak, utamanya gereja Batak di sekola-sekolah minggu. Sebab bahasa daerah sebagai penjaga budaya, perlu dijaga keberadaannya. Menggunakan bahasa Batak bukanlah suatu tindakan yang ketinggalan jaman. Bahasa Batak adalah identitas penting bagi kebudayaan itu sendiri. Menggunakan bahasa Indonesia, sebagai orang Indonesia sejati, seharusnya tidak boleh menghilangkan penggunaan bahasa daerah.

Keduanya, bahasa daearah dan bahasa Nasional itu bisa digunakan untuk saling berkomunikasi, dan saling memperkaya. Naposobulung menggunakan bahasa Indonesia, dan mengerti bahasa Batak untuk berkomunikasi. Artinya, menggunakan bahasa Batak sebagai bahasa orang yang berbudaya. Jika hal ini terjadi bahasa Batak tidak akan hilang, tetapi terus lestari.


(Artikel ini saya ambil dari Joujou Pos Edisi 1, Juni 2012, ditulis oleh Hojot Marluga)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar