Setelah berusaha mendapatkan
tiket ekonomi selama 3 hari berturut – turut (15-17 Mei), akhirnya aku
menyadari bahwa semua usahaku untuk pergi dengan tiket yang harganya sangat
terjangkau (35 ribu rupiah) tak akan ada gunanya.
Kemudian kuputuskan untuk berangkat
dengan menggunakan kereta api Ekonomi-Ac Gajahwong jurusan Jogja-Jakarta. Tiket
seharga 125 ribu untuk keberangkatan 22 Mei itu pun langsung membuat dompetku
menipis. Namun bagaimanapun aku harus secepatnya meninggalkan Solo, agar motor
yang aku cari di Jakarta segera aku dapatkan. Di samping itu, semakin cepat aku
berada di Jakarta, itu berarti aku bisa menghemat biaya hidupku, terlebih biaya
makan. Maklumlah, kalo sedang berada di Jakarta, aku kan bebas makan apa saja.
Tanpa perlu pikir untuk bayar hahaha...
Sehari sebelum berangkat ke
Jakarta, tepatnya tanggal 21, sebuah sms masuk ke hapeku. Ku baca pesan singkat
itu. “Hi Naho, where are you? Bruno”.
Sedikit kaget melihat pesan ini.
Sudah sekitar 1 tahunan lamanya
aku mengenal Bruno. Lewat facebook dia telah mengungkapkan keinginannya untuk
mengembangkan fair trade dan fair tourism di Indonesia. Terakhir kali dia
mengirimi aku pesan saat kedatangannya di Indonesia (jakarta). Saat itu dia
mengatakan “crazy country” karena
masalah yang dihadapinya. Belajar dari pembicaraan yang kami lakukan
sebelum-sebelumnya, aku bisa menyimpulkan kalau Bruno ini merupakan bule
Prancis ga jelas. Kalau ditanya mengenai apa saja yang dia akan kunjungi memang
sich dia akan menjawab, “Java, East Nusa
Tenggara, Papua, and Borneo. 2 months are not enough to travel your very big country.”
Tapi kalau uda ditanya berapa lama di suatu tempat pasti jawabannya sangat
mengecewakan. “I don’t know yet”
selalu diungkapkan berkali-kali. Sepertinya ini Bule emang uda terbiasa traveling tanpa perencanaan yang jelas.
Cerita punya cerita ternyata dia
sudah beberapa hari (dan tentunya tidak jadi pulang langsung seperti yang aku
duga sebelumnya). Dia pun kemudian bertanya padaku apakah aku bisa menjemputnya
di Adisucipto besok pagi (22/05). Aku pun bingung karena sebenarnya aku sudah
bilang ama aps Bob untuk mengantarkanku besok sore ke stasiun karena besok aku
mau berangkat ke jakarta melalui Jogja. Untungnya aps Bob mengiyakan permintaan
tolongku.
Besoknya jam 5 pagi aku sudah siap2 menuju stasiun
Balapan. Aps Bob sudah menungguku di luar pagar kos. Sebelum turun ke bawah
kusempatkan membaca sebuah pesan masuk. Ternyata dari Bob,
“Aps cepet turun. Ga usah lama2 dandan”.
“Asem nech si aps... Masa aku dikatain dandan”. Senyum
kecutku dan tawa kecil muncul bersamaan.
Sesampainya di stasiun Balapan
aku bersama beberapa penumpang lainnya menunggu kereta Pramex. Namun sudah
hampir pukul 6 namun tanda-tanda keberangkatan kereta belum ada. Padahal seharusnya
jam tengah 6 tadi kereta sudah meninggalkan stasiun Balapan menuju Jogja.
Tiba-tiba terdengar suara petugas
stasiun yang mengatakan bahwa kereta Pramex sedang mengalami masalah teknis. Semua
penumpang akan dialihkan ke kereta berikutnya (yang dari Jogja, pukul tengah
7). Kemudian secara serentak terdengar suara penumpang yang mengungkapkan
kekesalan mereka.
...
Akhirnya kereta berangkat. Aku pun
turun di stasiun Maguwo dan langsung mencari si Bruno (namanya rada mirip nama
pet ya, hehehe).
Perjumpaan ku dengan Bruno ku
awali dengan perbincangan kecil. Kemudian kami langsung menuju jln.
Sosrowijayan, di mana budget hotel (hotel kelas melati gitu...) banyak
terdapat. Dari sekian banyak hotel, akhirnya pilihan pun jatuh pada Tiffa. Seperti
biasa, hotel-hotel yang masuk dalam Lonely
Planet pasti selalu padat diminati. 2 tempat tidur, sebuah kipas angin,
sebuah meja belajar dan dilengkapi dengan kamar mandi tampaknya Rp.
125.000/malam merupakan harga yang wajar.
Setelah menunggu Bruno mandi kami
pun berdiskusi tentang kegiatan – kegiatan kami hari ini (sebelum berangkat ke jogja sore ini). Breakfast, lunch, nuker duit di money
changer, and discussion of fair trade
and fair tourism.
Kami berdua pun mengitari jalan
Malioboro. Sebenarnya bingung mau bawa nih bule ke mana buat lunch. Namun akhirnya
aku teringat food court yang ada di
MM (mal malioboro), tempat aku pernah makan gado-gado ama si Udo. Sesampainya
di food court aku pun menjelaskan tentang beberapa makanan asli Indonesia. Ada gado-gado,
kupat tahu, penyetan dan ... (ga inget lagi dach yang lainnya). Dan ternyata
Bruno memilih kupat tahu. Yang bikin aku senang banget, ternyata dia jatuh cinta ama tuch makanan. "This tastes so good..."
Aku sendiri lupa saat itu nama makanan yang aku pesen (kayaknya capcay dech...). Tapi yang jeles aku seneng donk, apalagi perutku. Maklumlah anak kos kan jarang makan enak, apa lagi di mall kayak gini yang harganya sangat - sangat menipiskan dompet.
Abis makan siang kami pun langsung menuju money changer yang letaknya berdekatan dengan MM. Aku lupa nama money changernya. Tapi yang jelas di sini ratenya jauh lebih baik dibanding di tempat lain. Terbukti, Bruno tersenyum puas dengan hasil penukarannya.
Setelah menukar uang Bruno mengungkapkan keinginannya untuk melihat beberapa souvenir. Aku pun langsung membawanya ke toko Mirota Batik yang berada di sudut jalan. Aku yang juga sudah lama tidak mengunjungi toko ini pun berkeliling melihat - lihat. Sangat banyak yang menggoda hati, namun isi dompet yang menipis membuatku menahan birahi... (wuih bahasanya hahaha).
Well, setelah puas melihat-lihat kami pun kembali ke penginapan. Kakiku yang kecapean telah menggodaku untuk tidur segera. Apalagi melihat si Bruno yang tidurnya nyenyak sekali. Namun bagaimanapun juga aku harus menahan kantukku. "Kalo mau capek, capek sekalian aja. Biar ntar di kreta Gajahwongnya langsung tertidur lelap," gumamku dalam hati.
Setelah si Bruno bangun kami pun membahas lunch. Aku pun kemudian teringat Raminten. Beberapa teman-temanku sebelumnya sangat suka aku bawa ke sini. Bagaimana tidak. Raminten merupakan rumah makan yang langka. Saat berada di sini, atmosfer Jawa terasa banget. Beda banget ama tempat-tempat makan pada umumnya yang sok-sok kebaratan (menurut aku lhow...). Dari dekorasi, pakaian pelayannya, dan juga menunya, semuanya Jawa banget dach. Semua turis, apalagi turis asing, pasti ingin singgah di tempat kayak ginian.
Well, setelah sampai di Raminten, (as I guessed before) Bruno pun langsung mengucapkan kekagumannya pada tempat ini, "Wow, this is a very nice place...!". "Of course," jawabku. Kami pun memilih makanan kami. Setelah mataku menjelajahi semua daftar makanan pada menu, akhirnya aku memilih bubur ayam dan... (minumnya aku lupa yang jelas ini favorit aku kalo lagi ke sini. taburan garam dipinggir gelasnya membuat minumannya terasa sempurna). Sedangkan si Bruno mesen soto sapi dan cendol. "Terimakasih uda diisi makanan enak seharian ini Naho", bisik perutku ke kupingku.
Selesai makan kami pun langsung menuju penginapan lagi. Memanfaatkan waktu yang sedikit kami pun langsung berdiskusi tentang fair tourism dan fair trade. Dua hal ini adalah usaha yang ingin dikembangkan Bruno di Indonesia. Sebelumnya (katanya) dia telah berhasil mengembangkan kedua-duanya di Filipina dan Nepal. Fair tourism dan fair trade itu sendiri mendasari
kegiatan wisata dan bisnis pada fairness,
respect, dan creativity.
Jam telah menunjukkan pukul 5 sore. Aku pun bergegas mandi. Pukul 6 tepat aku pun pamit ama Bruno dan langsung menuju stasiun Tugu....