Laman

Minggu, 10 Juni 2012

Perjumpaan dengan Bruno (22 Mei 2012)


Setelah berusaha mendapatkan tiket ekonomi selama 3 hari berturut – turut (15-17 Mei), akhirnya aku menyadari bahwa semua usahaku untuk pergi dengan tiket yang harganya sangat terjangkau (35 ribu rupiah) tak akan ada gunanya.

Kemudian kuputuskan untuk berangkat dengan menggunakan kereta api Ekonomi-Ac Gajahwong jurusan Jogja-Jakarta. Tiket seharga 125 ribu untuk keberangkatan 22 Mei itu pun langsung membuat dompetku menipis. Namun bagaimanapun aku harus secepatnya meninggalkan Solo, agar motor yang aku cari di Jakarta segera aku dapatkan. Di samping itu, semakin cepat aku berada di Jakarta, itu berarti aku bisa menghemat biaya hidupku, terlebih biaya makan. Maklumlah, kalo sedang berada di Jakarta, aku kan bebas makan apa saja. Tanpa perlu pikir untuk bayar hahaha...

Sehari sebelum berangkat ke Jakarta, tepatnya tanggal 21, sebuah sms masuk ke hapeku. Ku baca pesan singkat itu. “Hi Naho, where are you? Bruno”. Sedikit kaget melihat pesan ini.
Sudah sekitar 1 tahunan lamanya aku mengenal Bruno. Lewat facebook dia telah mengungkapkan keinginannya untuk mengembangkan fair trade dan fair tourism di Indonesia. Terakhir kali dia mengirimi aku pesan saat kedatangannya di Indonesia (jakarta). Saat itu dia mengatakan “crazy country” karena masalah yang dihadapinya. Belajar dari pembicaraan yang kami lakukan sebelum-sebelumnya, aku bisa menyimpulkan kalau Bruno ini merupakan bule Prancis ga jelas. Kalau ditanya mengenai apa saja yang dia akan kunjungi memang sich dia akan menjawab, “Java, East Nusa Tenggara, Papua, and Borneo. 2 months are not enough to travel your very big country.” Tapi kalau uda ditanya berapa lama di suatu tempat pasti jawabannya sangat mengecewakan. “I don’t know yet” selalu diungkapkan berkali-kali. Sepertinya ini Bule emang uda terbiasa traveling tanpa perencanaan yang jelas.
Cerita punya cerita ternyata dia sudah beberapa hari (dan tentunya tidak jadi pulang langsung seperti yang aku duga sebelumnya). Dia pun kemudian bertanya padaku apakah aku bisa menjemputnya di Adisucipto besok pagi (22/05). Aku pun bingung karena sebenarnya aku sudah bilang ama aps Bob untuk mengantarkanku besok sore ke stasiun karena besok aku mau berangkat ke jakarta melalui Jogja. Untungnya aps Bob mengiyakan permintaan tolongku.
Besoknya jam 5 pagi aku sudah siap2 menuju stasiun Balapan. Aps Bob sudah menungguku di luar pagar kos. Sebelum turun ke bawah kusempatkan membaca sebuah pesan masuk. Ternyata dari Bob,
“Aps cepet turun. Ga usah lama2 dandan”.
“Asem nech si aps... Masa aku dikatain dandan”. Senyum kecutku dan tawa kecil muncul bersamaan.

Sesampainya di stasiun Balapan aku bersama beberapa penumpang lainnya menunggu kereta Pramex. Namun sudah hampir pukul 6 namun tanda-tanda keberangkatan kereta belum ada. Padahal seharusnya jam tengah 6 tadi kereta sudah meninggalkan stasiun Balapan menuju Jogja.
Tiba-tiba terdengar suara petugas stasiun yang mengatakan bahwa kereta Pramex sedang mengalami masalah teknis. Semua penumpang akan dialihkan ke kereta berikutnya (yang dari Jogja, pukul tengah 7). Kemudian secara serentak terdengar suara penumpang yang mengungkapkan kekesalan mereka.
...
Akhirnya kereta berangkat. Aku pun turun di stasiun Maguwo dan langsung mencari si Bruno (namanya rada mirip nama pet ya, hehehe).
Perjumpaan ku dengan Bruno ku awali dengan perbincangan kecil. Kemudian kami langsung menuju jln. Sosrowijayan, di mana budget hotel (hotel kelas melati gitu...) banyak terdapat. Dari sekian banyak hotel, akhirnya pilihan pun jatuh pada Tiffa. Seperti biasa, hotel-hotel yang masuk dalam Lonely Planet pasti selalu padat diminati. 2 tempat tidur, sebuah kipas angin, sebuah meja belajar dan dilengkapi dengan kamar mandi tampaknya Rp. 125.000/malam merupakan harga yang wajar.
Setelah menunggu Bruno mandi kami pun berdiskusi tentang kegiatan – kegiatan kami hari ini  (sebelum berangkat ke jogja sore ini). Breakfast, lunch, nuker duit di money changer, and discussion of fair trade and fair tourism

Kami berdua pun mengitari jalan Malioboro. Sebenarnya bingung mau bawa nih bule ke mana buat lunch. Namun akhirnya aku teringat food court yang ada di MM (mal malioboro), tempat aku pernah makan gado-gado ama si Udo. Sesampainya di food court aku pun menjelaskan tentang beberapa makanan asli Indonesia. Ada gado-gado, kupat tahu, penyetan dan ... (ga inget lagi dach yang lainnya). Dan ternyata Bruno memilih kupat tahu. Yang bikin aku senang banget, ternyata dia jatuh cinta ama tuch makanan. "This tastes so good..."

Aku sendiri lupa saat itu nama makanan yang aku pesen (kayaknya capcay dech...). Tapi yang jeles aku seneng donk, apalagi perutku. Maklumlah anak kos kan jarang makan enak, apa lagi di mall kayak gini yang harganya sangat - sangat menipiskan dompet. 

Abis makan siang kami pun langsung menuju money changer yang letaknya berdekatan dengan MM. Aku lupa nama money changernya. Tapi yang jelas di sini ratenya jauh lebih baik dibanding di tempat lain. Terbukti, Bruno tersenyum puas dengan hasil penukarannya. 

Setelah menukar uang Bruno mengungkapkan keinginannya untuk melihat beberapa souvenir. Aku pun langsung membawanya ke toko Mirota Batik yang berada di sudut jalan. Aku yang juga sudah lama tidak mengunjungi toko ini pun berkeliling melihat - lihat. Sangat banyak yang menggoda hati, namun isi dompet yang menipis membuatku menahan birahi... (wuih bahasanya hahaha).

Well, setelah puas melihat-lihat kami pun kembali ke penginapan. Kakiku yang kecapean telah menggodaku untuk tidur segera. Apalagi melihat si Bruno yang tidurnya nyenyak sekali. Namun bagaimanapun juga aku harus menahan kantukku. "Kalo mau capek, capek sekalian aja. Biar ntar di kreta Gajahwongnya langsung tertidur lelap," gumamku dalam hati. 

Setelah si Bruno bangun kami pun membahas lunch. Aku pun kemudian teringat Raminten. Beberapa teman-temanku sebelumnya sangat suka aku bawa ke sini. Bagaimana tidak. Raminten merupakan rumah makan yang langka. Saat berada di sini, atmosfer Jawa terasa banget. Beda banget ama tempat-tempat makan pada umumnya yang sok-sok kebaratan (menurut aku lhow...). Dari dekorasi, pakaian pelayannya, dan juga menunya, semuanya Jawa banget dach. Semua turis, apalagi turis asing, pasti ingin singgah di tempat kayak ginian. 

Well, setelah sampai di Raminten, (as I guessed before) Bruno pun langsung mengucapkan kekagumannya pada tempat ini, "Wow, this is a very nice place...!". "Of course," jawabku. Kami pun memilih makanan kami. Setelah mataku menjelajahi semua daftar makanan pada menu, akhirnya aku memilih bubur ayam dan... (minumnya aku lupa yang jelas ini favorit aku kalo lagi ke sini. taburan garam dipinggir gelasnya membuat minumannya terasa sempurna). Sedangkan si Bruno mesen soto sapi dan cendol. "Terimakasih uda diisi makanan enak seharian ini Naho", bisik perutku ke kupingku. 



Selesai makan kami pun langsung menuju penginapan lagi. Memanfaatkan waktu yang sedikit kami pun langsung berdiskusi tentang fair tourism dan fair trade. Dua hal ini adalah usaha yang ingin dikembangkan Bruno di Indonesia. Sebelumnya (katanya) dia telah berhasil mengembangkan kedua-duanya di Filipina dan Nepal. Fair tourism dan fair trade itu sendiri mendasari kegiatan wisata dan bisnis pada fairness, respect, dan creativity. 

Jam telah menunjukkan pukul 5 sore. Aku pun bergegas mandi. Pukul 6 tepat aku pun pamit ama Bruno dan langsung menuju stasiun Tugu....